EL NINO
1.
Asal
Mula El Nino
El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak lelaki”. Sejarahnya, pada abad ke-19 nelayan Peru menyadari terjadinya kondisi menghangatnya suhu lautan yang tidak biasa di wilayah pantai Amerika Selatan, dekat Ekuador dan meluas hingga perairan Peru. Hal ini terjadi di sekitar musim Natal pada setiap tahun. El-Nino adalah kondisi abnormal iklim dimana penampakan suhu permukaan laut Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah (dipantai Barat Ekuador dan Peru) lebih tinggi dari rata-rata normalnya. Pada tahun-tahun normal, air laut dalam yang bersuhu rendah dan kaya akan nutrisi bergerak naik ke permukaan di wilayah dekat pantai.
El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak lelaki”. Sejarahnya, pada abad ke-19 nelayan Peru menyadari terjadinya kondisi menghangatnya suhu lautan yang tidak biasa di wilayah pantai Amerika Selatan, dekat Ekuador dan meluas hingga perairan Peru. Hal ini terjadi di sekitar musim Natal pada setiap tahun. El-Nino adalah kondisi abnormal iklim dimana penampakan suhu permukaan laut Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah (dipantai Barat Ekuador dan Peru) lebih tinggi dari rata-rata normalnya. Pada tahun-tahun normal, air laut dalam yang bersuhu rendah dan kaya akan nutrisi bergerak naik ke permukaan di wilayah dekat pantai.
Kondisi ini
dikenal dengan upwelling. Upwelling ini
menyebabkan daerah tersebut sebagai tempat berkumpulnya jutaan plankton dan
ikan. Ketika terjadi El Nino upwelling menjadi melemah, air
hangat dengan kandungan nutrisi yang rendah menyebar di sepanjang pantai
sehingga panen para nelayan berkurang. Istilah ini pada mulanya digunakan
untuk menamakan arus laut hangat yang terkadang mengalir dari utara ke selatan
antar Pelabuhan Paita dan Pacasmayo. Padahal biasanya suhu air permukaan laut
di daerah tersebut karena naiknya massa air di bawah permukaan air laut ke
permukaan air laut (upwelling). Kejadian ini kemudian semakin sering
muncul yaitu setiap tiga hingga tujuh tahun serta dapat mempengaruhi iklim
dunia selama lebih dari satu tahun. El-Nino sering disebut fase panas
(warm event) di samudera pasifik ekuatorial bagian tengah dan timur. El-Nino
diindikasikan dengan beda tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin atau
yang disebut Osilasi Selatan. Disebut demikian karena keduanya terletak di
belahan bumi bagian selatan. El-Nino ditandai dengan indeks
osilasi/Southern Oscillation Index (SOI) negatif, artinya tekanan atmosfer
Tahiti lebih rendah dari pada tekanan diatas darwin.
2.
Terjadinya
El Nino
Ketika terjadi El-Nino angin pasat timuran melemah.
Angin berbalik ke barat dan mendorong wilayah potensi hujan ke barat. Hal ini
menyebabkan peruabahan pola cuaca. Daerah potensi hujan meliputi wilayah
perairan pasifik tengah, pasifik timur, dan amerika tengah. Selain itu air
laut bersuhu rendah yang mengalir di sepanjang pantai selatan amerika dan
pasifik timur berkurang atau bahkan menghilang sama sekali. Wilayah pasifik
tengah, pasifik timur menjadi sehangat pasifik barat.
3.
Kondisi
El Nino
·
Kondisi
Normal :
Pada tahun-tahun normal, Suhu Muka Laut (SST) di
sebelah Utara dan Timur Laut Australia ≥ 28°C sedangkan SST di Samudra
Pasifik sekitar Amerika Selatan ± 20°C (SST di Pasifik Barat 8° - 10°C lebih
hangat dibandingkan dengan Pasifik Timur).
·
Kondisi Netral :
Angin di wilayah Samudra Pasifik di sekitar ekuator
( Angin Pasat Timuran) dan air laut di bawahnya, mengalir dari Timur ke Barat.
Arah aliran ini sedikit berbelok ke Utara pada Bumi Belahan Utara dan ke
Selatan pada Bumi Belahan Selatan.
4.
Intensitas
El Nino
Berdasar intensitasnya El Nino
dikategorikan sebagai :
a.
El Nino Lemah (Weak El Nino), jika
penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator + 0.5º C s/d +1,0º C dan berlangsung minimal
selama 3 bulan berturut-turut.
b.
El Nino sedang (Moderate El Nino),
jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator + 1,1º C s/d 1,5º C dan berlangsung minimal
selama 3 bulan berturut-turut.
c.
El Nino kuat (Strong El Nino), jika
penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator > 1,5º C dan berlangsung minimal selama 3
bulan berturut-turut.
5.
Mendeteksi
El Nino
El Nino adalah sesuatu yang alami dan telah
mempengaruhi kehidupan di wilayah Samudra Pasifik selama ratusan tahun.
Meskipun rata-rata El Nino terjadi setiap tiga hingga delapan tahun sekali dan
dapat berlangsung 12 hingga 18 bulan, ia tidak mempunyai periode tetap.
Kenyataan ini membuat El Nino sulit diprakirakan kejadiannya pada enam hingga
sembilan bulan sebelumnya. Namun demikian secara umum terdapat dua parameter
yang biasa digunakan untuk mendeteksi terjadinya El Nino :
1.
SOI (Indeks Osilasi Selatan)
SOI adalah nilai indeks yang
menyatakan perbedaan Tekanan Permukaan Laut (SLP) antara Tahiti dan
Darwin-Australia, secara matematika dirumuskan dengan:
·
Pdiff :
Selisih antara rata-rata satu bulan SLP Tahiti dan rata-rata SLP Darwin
·
Pdiff : Rata-rata
jangka panjang Pdiff di bulan yang dimaksud
·
SD(Pdiff): Standar
Deviasi jangka panjang dari Pdiff di bulan yang dimaksud El Nino dideteksi
ketika nilai SOI negatif selama periode yang cukup lama (minimal tiga bulan).
2.
Suhu Muka Laut (SST)
El Nino terutama ditandai dengan meningkatnya
suhu muka laut di Pasifik Ekuator, SST ini lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-ratanya dan penyimpangan di daerah tersebut bernilai positif.
6.
Dampak
El-Nino Terhadap Kondisi Cuaca Indonesia
Fenomena El-Nino menyebabkan curah hujan di sebagian
besar wilayah indonesia berkurang. Tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat
tergantung dari intensitas El-Nino tersebut. Namun, karena posisi geografis
Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah
Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El-Nino. El-Nino pernah menimbulkan
kekeringan panjang di Indonesia. Kekeringan dan kebakaran hutan terparah
terjadi pada tahun 1977. Kebakaran tersebut menimbulkan polusi udara yang
menyebar hingga ke negara-negara tetangga seperti malaysia, Brunei, Filipina
dan Thailand.
7.
Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca global :
·
Angin
pasat timuran melemah
·
Sirkulasi
Monsoon melemah
·
Akumulasi
curah hujan berkurang di wilayah Indonesia, Amerika Tengah dan amerika Selatan
bagian Utara. Cuaca di daerah ini cenderung lebih dingin dan kering.
·
Potensi
hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Tengah dan Barat serta wilayah
Argentina. Cuaca cenderung hangat dan lembab.
LA NINA
1.
Asal
Mula La Nina
Dalam bahasa latin La Nina berarti
"gadis cilik". La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. Peristiwa
itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai
Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya
kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi
cuaca menjadi normal kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca
yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino, La Nina tidak
dapat dilihat secara fisik, periodenya pun tidak tetap.
2.
Proses
Terjadinya La Nina
Pada saat terjadi La Nina angin pasat timur yang
bertiup di sepanjang Samudra Pasifik menguat ( Sirkulasi Walker bergeser
ke arah Barat ). Sehingga massa air hangat yang terbawa semakin banyak ke arah
Pasifik Barat. Akibatnya massa air dingin di Pasifik Timur bergerak ke atas dan
menggantikan massa air hangat yang berpindah tersebut, hal ini biasa
disebut upwelling. Dengan pergantian massa air itulah suhu
permukaan laut mengalami penurunan dari nilai normalnya. La Nina umumnya
terjadi pada musim dingin di Belahan Bumi Utara Khatulistiwa
3.
Intensitas
La Nina
Intesita La Nina yang dilihat dari anomali suhu muka
laut (SST) :
·
La Nina Lemah , yang ditetapkan jika SST
bernilai <- 0.5 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.
·
La Nina sedang, yang ditetapkan jika SST
bernilai antara - 0.5 s/d -1 dan berlangsung minimal selama 3 bulan
berturut-turut.
·
La Nina kuat, yang ditetapkan jika SST bernilai >
-1 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.
4.
Kondisi
Suhu Muka Laut La Nina
Jumlah air laut La Nina bertemperatur rendah yang
mengalir di sepanjang Pantai Selatan Amerika dan Pasifik Timur meningkat.
Wilayah Pasifik Timur dan Tengah menjadi lebih dingin dari Pasifik Barat.
Ketika terjadi La Nina Angin pasat Timuran menguat, sehingga massa udara dingin
meluas hingga Samudera Pasifik bagian tengah dan Timur. Ini menyebabkan
perubahan pola cuaca. Daerah potensi hujan meliputi wilayah Perairan Barat.
5.
Mendeteksi
La Nina
Meskipun rata-rata La Nina terjadi setiap tiga
hingga tujuh tahun sekali dan dapat berlangsung 12 hingga 36 bulan, ia tidak
mempunyai periode tetap sehingga sulit diprakirakan kejadiannya pada enam
hingga sembilan bulan sebelumnya. La Nina adalah sesuatu yang alami dan telah
mempengaruhi wilayah Samudra Pasifik selama ratusan tahun. Namun demikian
secara umum terdapat tiga parameter yang biasa digunakan untuk mendeteksi
terjadinya La Nina :
1.
SOI (Indeks Osilasi Selatan)
SOI adalah nilai indeks yang menyatakan perbedaan
Tekanan Permukaan Laut (SLP) antara Tahiti dan Darwin, Australia dengan :
·
Pdiff : Selisih antara
rata-rata satu bulan SLP Tahiti dan rata-rata SLP Darwin
·
Pdiff : Rata-rata
jangka panjang Pdiff di bulan yang dimaksud
·
SD(Pdiff ): Standar Deviasi jangka panjang
dari Pdiff di bulan yang dimaksud La Nina dideteksi ketika nilai SOI positip
selama periode yang cukup lama (setidak-tidaknya tiga bulan).
2.
STT (Suhu Muka Laut)
La Nina ditandai dengan
mendinginnya suhu muka laut di Pasifik Equator. SST lebih rendah dibandingkan
dengan rata-ratanya. Penyimpangan suhu muka laut di daerah tersebut bernilai
negatif.
3.
Angin passat
Selama kejadian La Nina, angin pasat timur menguat.
Perairan di sekitar Indonesia dan Australia menjadi lembab dan basah
6.
Dampak
La Nina
La Nina merupakan fenomena cuaca skala global dan
mempengaruhi kondisi iklim di berbagai tempat.
· Dampak La Nina
terhadap kondisi cuaca global
1.
Angin
pasat timuran menguat
2.
Sirkulasi
Monsoon menguat
3.
Akumulasi
curah hujan berkurang di wilayah Pasifik bagian timur. Cuaca di daerah ini
cenderung lebih dingin dan kering.
4.
Potensi
hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Barat seperti Indonesia,
Malaysia dan Australia bagian Utara. Cuaca cenderung hangat dan lembab.
· Dampak La Nina
Terhadap Kondisi Cuaca Indonesia
Fenomena La Nina menyebabkan curah hujan di sebagian
besar wilayah Indonesia , bahkan sangat berpotensi menyebabkan terjadinya
banjir. Peningkatan curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas La Nina
tersebut. Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua
maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena La Nina.
Fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya SPL
(suhu permukaan laut) di zona Nino 3.4 (anomali negatif) sehingga sering juga
disebut sebagai fase dingin. Karena sifatnya yang dingin ini, kedatangannya
juga dapat menimbulkan petaka di berbagai kawasan khatulistiwa, termasuk
Indonesia. Curah hujan berlebihan yang menyertai kedatangan La Nina dapat
menimbulkan banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah di Indonesia. Jadi,
dua “lakon” di panggung Samudera Pasifik ini sama-sama menakutkan. Yang satu
menyebar petaka kekeringan, sementara yang lain memberi ancaman banjir.